MUSEUM PUSAT TNI ANGKATAN DARAT
”DHARMA WIRATAMA”
Pemberian nama museum ”Dharma Wiratama” mempunyai arti yaitu Dharma
maksudnya perbuatan baik, sedangkan wiratama berarti prajurit utama. Kesimpulannya
Dharma Wiratama adalah pengabdian semua kebaikan atau perbuatan luhur yang
disumbangkan oleh prajurit utama TNI AD di bidang HANKAM baik senjata maupun
amal bhaktinya di bidang non HANKAM kepada bangsa dan negara.
Keberadaan Museum Pusat TNI Angkatan Darat Dharma Wiratama dirintis oleh
Dinas sejarah Angkatan Darat sejak tahun 1956 yang bernama Sejarah Militer
Angkatan Darata (SMAD). Membangun museum Pusat TNI AD di Yogyakarta mengingat
kota ini sebagai ibu kota negara masa perjuangan 1945. Rencana ini disetujui
Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan
diijinkannya penggunaan Ndalem
Brontokusuman 24 Yogyakarta sejak tahun 1959, kemudian dilanjutkan dengan Surat
Keputusan Kasad Nomor Keputusan 760/9/1959 tanggal 8 September 1959 tentang
pengesahan Museum TNI AD.
Tanggal 17 Juni 1968 lokasi museum dipindahkan ke gedung bekas tempat
tinggal Pangsar Jenderal Sudirman, namun gedung tersebut direncanakan sebagai Museum
Sasmitaloka Pangsar Jenderal Sudirman, guna mengabadikan riwayat hidup dan
perjuangan beliau. Selanjutnya akan dipindahkan ke bangunan Benteng Vredeburg,
tetapi gedung tersebut akan digunakan sebagai taman budaya. Alternatif
berikutnya menggunakan gedung bekas Makorem 72/Pamungkas, pemilihan ini
didasarkan faktar sejarah TNI AD di mana gedung tersebut pernah digunakan
sebagai markas besar TKR (Tentara Keamanan Rakyat) di masa perang kemerdekaan
sebagai museum pusat TNI AD dengan nama ”Dharma Wiratama”. Sesuai surat
perintah nomor Spin/823/V/1980 tanggal 27 Mei 1980 tentang pengesahan gedung bekas
Korem 72/pamungkas Museum Pusat TNI AD, maka pada tanggal 29 Mei 1980 jam 10.00
WIB dilakukan serah terima dari Pangdam VII/Diponegoro kepada Kadisjarahad di
Yogyakarta.
Sebelum 15 Agustus 1985 pengelolaan Geduang oleh Dinas Sejarah TNI AD,
tetapi sejak Surat Keputusan Kasad Nomor Kep/25/VII/1985 tanggal 15 Agustus
1985 tentang likuidasi Dinas Serajah TNI AD menjadi Dinas Pembinaan Mental TNI
Angkatan Darat (Disbintalad), maka pengelolaan oleh unit kerja Bagmuseum
Subdisbin Musmontra Disibintalad.
Gedung Museum Pusat TNI Angkatan Darat Dharma
Wiratama mempunyai nilai historis yang tinggi. Dibangun tahun 1904 pada masa
pemerintahan Hindia Belanda merupakan tempat tinggal pejabat administratur
perkebunan Belanda yang membawahi wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Pada pendudukan Jepang 1942 gedung tersebut dipergunakan sebagai markas
tentara Jepang di daerah Yogyakarta disebut Syudokan.
Pada pemerintahan Republik Indonesia
(awal kemerdekaan) gedung ini dijadikan markas tinggi TKR (MT TKR/MBT).
Kemudian tanggal 12 November 1945 sebagai tempat konferensi TKR dan memiliki
Kolonel Sudirman Komandan Divisi V Kedu/Banyumas sebagai Panglima Besar TKR.
Perkembangannya gedung tersebut dijadikan markas Korem 72/Pamungkas dan
sebagai saksi bisu peristiwa penculikan Danrem 72/Pamungkas Kolonel Inf.
Katamso dan Kasrem 72/Pamungkas Letkol Inf. Sugiyono oleh pemerintak G 30 S PKI
1965 di Yogyakarta.
A. Bagian-bagian Museum Pusat TNI Angkatan Darat Dharma Wiratama
Benda koleksi Museum Pusat TNI Angkatan Darat
Dharma Wiratama berjumlah 4.236 benda koleksi dari jenis logam, kayu, kulit,
kertas, dan kain yang dipamerkan dalam 20 ruangan.
Ruang-ruang :
1. Ruang Pengantar (1), tempat mengantar
pemikiran para pengunjung untuk memahami nilai-nilai perjuangan bangsa
Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemderdekaan. Benda yang dipamerkan : lukisan Kasad tahun 1947
Kol GPH Djati Kusumo sampai sekarang (2007), sejarah kronologis perlawanan
bangsa Indonesia penjajah (1511-1945), sejarah kronologis perjuangan bangsa
Indonesia dalam merebut menegakkan dan mengisi kemerdekaan (1945-1979), skema
perkembangan dan perjuangan TNI AD. Serta prasasti tanda diresmikan Museum
Pusat TNI Angkatan Darat Dharma Wiratama tahun 1982 oleh Kasad Jenderal TNI
Poniman.
2. Ruang Pangsar Jenderal Sudirman (2):
Konferensi TKR pada 12 November 1945 telah memilik Kolonel Sudirman sebagai
Panglima Besar TKR, kemudian tanggal 18 Desember 1945 Presiden Sukarno
melantiknya di Istana Yogyakarta. Benda yang dipamerkan adalah benda-benda yang
dipergunakan pada waktu itu seperti meja kursi, pesawat telepon, meja kursi
tamu dan wastafel.
3. Ruang Letjen Oerip Sumoharjo (3) : beliau
diangkat sebagai Kepala Staf Umum MT TKR pada tanggal 15 Oktober 1945,
sedangkan Panglima TKR adalah Shodanco Supriyadi. Semenjak diangkat tidak
diketahui rimbanya maka diangkatlah Oerip Sumoharjo sebagai Kepala Staf Umum
TKR mendampingi Kolonel Sudirman yang terpilih sebagai Panglima Besar TKR. Benda-benda yang dipamerkan : meja kursi,pesawat
telepon dan meja kursi tamu.
4. Ruang Palagan (4) : menggambarkan sejarah
perjuanagn bangsa Indoensia untuk mempela dan mempertahankan Proklamasi 17
Agustus 1945 dari ancaman bangsa asing yang akan menjajah kembali. Pertempuran
melawan Sekutu (Belanda, Australia, Inggris), dan Jepang yang tidak menghormati
kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Beberapa pertempuran/palagan diantaranya :
Palagan Medan,
disebut Medan Area pada bulan Oktober 1945 sampai agresi Belanda petama 21 Juli
1947.
Palagan Palembang,
disebut Pertempuran 5 hari 5 malam di sepanjang sungai Musi tanggal 1 sampai
dengan 5 Januari 1947.
Palagan Bandung,
disebut Bandung lautan Api pada akhir Nopember 1945 sampai dengan 24 Maret 1946.
Palagan Semarang,
disebut Pertempuran 5 hari di Semarang melawan Jepang pada tanggal 15 sampai
dengan 19 Oktober 1945.
Palagan Ambarawa, yang diawali dikuasainya kota Ambarawa pada
tanggal 15 Desember 1945.
Palagan Surabaya,
merupakan puncak pertempuran arek-arek Surabaya pada tanggal 10 Nopember 1945
yang sekarang diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Palagan Bali, dikenal
Perang Puputan atau Marga Rana yaitu
bertempur sampai titik darah penghabisan pada tanggal 20 Nopember 1946.
Palagan Makassar,
dikenal dengan korban 40.000 jiwa pada bulan Oktober 1945 sampai dengan April 1946
sebagai akibat kekejaman Belanda.
5. Ruang Senjata Modal Perjuangan Kemerdekaan
(5) : dipamerkan berbagai senjata sebagai modal perjuangan bangsa Indonesia
untuk mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan.Senjata-senjata berupa senjata tradisional seperti
bambu runcing, tombak, keris, kelewang, panah, ganco, petel, ketapel, dan
lain-lainnya. Senjata-senjata buatan sendiri seperti granat
gamyok, stengun, meriam kecepek, senjata rampasan dari Jepang dan Belanda
seperti granat nanas, pistol mouser dan sebagainya.
6. Ruang dapur umum (6) : menampilkan dapur umum yang dipergunakan untuk memasak makanan oleh rakyat untuk membantu logistik bagi para pejuang yang berada di garis depan pertempuran.Peralatan sangat sederhana seperti kukusan, dandang, kekep, tenggok dan sebagainya. Dapur umum dilengkapi dengan alat komunikasi berupa kentongan yang berfungsi sebagai alat menghubungkan pengumpulan massa serta tanda bila ada bahaya.
7.
Ruang Alhub
dan Alkes (7) : memamerkan alat perhubungan dan alat kesehatan tahun 1945
sampai dengan 1950 yang dipergunakan pada perang kemerdekaan. Alat
perhubungan seperti telepon Belanda, bateray radio, radio pemancar penerima
TRT, pesawat induk TRT, pesawat penerima R.107, pemancar BC-191 N, pesawat
pemancar dan penerima HF 156, pesawat pemancar dan penerima WS-19.
Alat-alat kesehatan yang dipamerkan seperti
alat-alat operasi, pertolongan pertama/medis secara darurat dari Dr. Irsan dan
Dr. Mustopo.
8. Ruang Perang Kemerdekaan (8,9,10) :
menempati tiga ruang yang memamerkan berbagai senjata api, perlengkapan
berbagai senjata api, perlengkapan perang, panji-panji TKR dan pakaian
penyamaran/seragam TKR yang dipergunakan dalam menghadapi Agresi Milier Belanda
Pertama 21 Juli 1947 dan Agresi Militer kedua 18 Desember 1948.Agresi militer I berakhir dengan perjanjian
Renville yang diataati TNI dengan melakukan hijrah meninggalkan pos-pos yang
dikuasainya. Sedangkan Agresi Militer II mengakibatkan pemimpin-pemimpin RI
ditangkap dan diasingkan. Disisi lain pasukan TNI melakukan gerilya dan wingate
menuju kantong-kantong pertahanan untuk mempertahankan kemerdekaan.
Akhirnya Belanda mengakiri dengan Perjanjian Roem-Royen, selanjutnya Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda mengakui kedaulatan RI atas wilayah yang dahulu disebut Hindia Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.
Akhirnya Belanda mengakiri dengan Perjanjian Roem-Royen, selanjutnya Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda mengakui kedaulatan RI atas wilayah yang dahulu disebut Hindia Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.
9. Ruang Panji-panji (11) : Ruang khusus yang memamerkan benda-benda koleksi berupa bendera nasional, bendera Internasional (PBB) dan lambang-lambang kesatuan di lingkungan TNI AD seperti Pataka, Dhujana, Sempana, Tunggul, Pathola.
10. Ruang Gamad (12) : dipajang berbagai seragam TNI AD beserta Atributnya sejak tahun 1950 hingga sekarang.
11. Ruang Tanda-tanda kehormatan (13) : dipamerkan contoh tanda penghormatan berupa surat, medali, pita, wing terjun bagi prajurit TNI AD yang berjasa bagi bangsa dan negara RI.
12. Ruang peristiwa-peristiwa (14, 15, 16) : menempati tiga ruang dengan menampilkan beberapa ancaman dan rongrongan radikal kiri (PKI) radikat kanan (DI/TII) serta separatisme (RMS) yang dapat ditumpas oleh TNI dan rakyat melalui operasi militer. Dipamerkan koleksi pakaian, peralatan, senjata api dan bendera yang ada hubungannya dengan Trikora/Komando Mandala pembebasan Irian Barat dan Operasi Seroja Timor Timur.
13. Ruang Alat Peralatan (17) : terdapat
koleksi benda-benda bersejarah berupa senjata-senjata, alat optik, alat
perhubungan dan mesin IBM periode tahun 1950 yang saat itu merupakan peralatan
standar maupun non standar.
14. Ruang Piagam Keutuhan TNI AD dan Kontingen Garuda ( 18 ) : dipamerkan perlengkapan yang dipergunakan dalam penandatanganan piagam keutuhan TNI AD (Koleksi kursi), tempat obor, dan photocopu naskah piagam), bagian penugasan internasional (pasukan kontingen garuda), photo-photo pakaian dinas lapangan, baret dan senjata M.16.
15. Ruang Pahlawan Revolusi (19) : memamerkan
koleksi perlengkapan, seragam, lukisan, riwayat hidup dari 9 pahlawan Revolusi
:
-
Jenderal
TNI Anumerta Ahmad Yani
-
Letjen
TNI Anumerta R.Suprapto
-
Letjen
TNI Anumerta MT. Haryono
-
Letjen
TNI Anumerta S.Parman
-
Brigjen
TNI Anumerta Donald Izacus Pandjaitan
-
Brigjen
Seotojo Siswomihardjo
-
Kapten
Czi Anumerta Piere Tendean
-
Brigjen
TNI Anumerta Katamso
-
Kolonel
Inf. Anumerta Sugiyono
Dipamerkan juga tongkat yang dipergunakan Jenderal Besar TNI A.H. Nasution akibat tertembak oleh gerombolan G.30 S/PKI
Dipamerkan juga tongkat yang dipergunakan Jenderal Besar TNI A.H. Nasution akibat tertembak oleh gerombolan G.30 S/PKI
16. Ruang Penumpasan G.30 S/PKI (20) : penumpasan G.30 S/PKI dilakukan oleh pasukan Kostrad yang dipimpin oleh Pangkostrad Mayjen TNI Soeharto dan RPKAD dibawah pimpinan Kolonel Inf. Sarwo Edhi Wibowo serta unsur TNI lainnya. Gerakan penumpasan dilakukan di daerah Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur sedangkan di luar Jawa dilakukan oleh Kodam Setempat. Beberapa benda yang dipamerkan yaitu perlengkapan militer Pangkostrad, perlengkapan militern Danrem RPKAD, senjata-senjata yang dipergunakan dalam operasi Trisula, serta beberapa senjata dan benda-benda hasil rampasan dari pemuda rakyat (underbouw PKI).
17. Halaman Gedung Museum : dipamerkan koleksi
tank daa meriam, dihalaman belakang tank serta ruang bawah tanah, halaman
samping kanan dipamerkan penangkis serangan udara dan torpedo.
Keberadaan Museum Pusat TNI Angkatan Darat
Dharma Wiratama dikategorikan museum perjuangan maupun museum militer yang
didalamnya mengandung nilai-nilai ’45 dan nilai-nilai TNI ’45 yang senantiasa
harus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi muda bangsa Indonesia. Selain
itu Museum Pusat TNI Angkatan Darat Dharma Wiratama memberikan fungsinya
sebagai tempat yang memberikan informatif, instruktif, edukati, dan rekeatif
bagi masyarakat luas.
No comments:
Post a Comment