Thursday, January 8, 2015

MUSEUM SASANA WIRATAMA


MUSEUM SASANA WIRATAMA




A.   Museum Sasana Wiratama

Museum Sasana Wiratama didirikan atas pemrakarsa Bapak Mayor Jendral Surono bersama segenap keluarga Pangeran Diponegoro pada tahun  ± 1968–1969. Museum Sasana Wiratama didirikan di atas tanah milik Pangeran Diponegoro di Tegalrejo, Yogyakarta yang merupakan tanah wakaf dari Ibu Kafatin, istri dari Bapak Dr. Sahir.

Proses pembuatan Museum, dilakukan dengan merehabilitasi rumah yang pernah dipergunakan sebagai tempat tinggal Pangeran Diponegoro. Adapun Penanaman prasasti dilakukan pada tanggal 6 Oktober 1868, peresmian pendopo tanggal 9 Agustus 1869 yang kemudian dinamakan Sasana Wiratama. Peresmian Museum Sasana Wiratama ditandatangani oleh R. A. Kafatin, R.K.T. Projodiningrat, dan Nyi Hajar Dewantoro. 

Pada pintu masuk kedalam Museum akan melalui gapura masuk yang dibuat dengan gaya Paaduroso. Dibelakang gapura terdapat hiasan berupa raksasa yang berkelahi dengan seekor ular naga yang merupakan sengkalan Buto mekso basukining bawono, yang artinya menunjukan angka tahun awal perang Diponegoro yaitu 1825.




Koleksi-koleksi yang ada di Museum Wiratama adalah sebagai berikut :

      1. Koleksi di Halaman Luar Pendopo Wiratama, terdiri dari
       a. Padasan di bawah pohon manggis





           Diketemukan ± tahun 1800 yang membuktikan bahwa pada yaman itu sudah ada 
           hubungan dengan Negara Cina. Menurut bentuknya padasan ini berfungsi untuk 
           tempat wudlu Pangeran Diponegoro
        b.  Meriam.
        c.  Batu Yoni  dan Lingga.
        d.  Lubang  tembok (halaman belakang).



            
             Lubang tembok ini dulunya berukuran kecil tapi sekarang menjadi besar yang
            disebabkan oleh pelapukan pengaruh cuaca. Lubang tembok ini digunakan oleh 
            Pangeran Diponegoro untuk meloloskan diri dari kepungan Belanda.

       e.         Kereta.


      f.          Masjid

      e.  Batu Comboran (tempat minum kuda)




2.     Koleksi-koleksi yang ada di Museum Depan
        a. Meja dan kursi.
        b. Mata uang yang digunakan pada masa penjajahan Belanda di 
            Indonesia.
        c. Alat-alat perang.
        d. Kayu manggis yang terletak berdekatan dengan padasan.

3.     Koleksi-koleksi Yang Ada di Pendopo
        a.  Gamelan


     b.   Relief perjuangan Pangeran Diponegoro dengan panjang 20 M dan tinggi 
          4 M dan terdiri dari 3 bagian yang menceritakan sejarah perjuangan Pangeran
          Diponegoro dari awal sampai akhir.


B.   Perang Diponegoro

Perlawanan rakyat Jawa merupakan bentuk penolakan terhadap penetrasi kolonial yang dilakukan oleh Belanda dan negara-negara Eropa pada umumnya. Perlawanan Diponegoro merupakan perjalanan panjang Perang Pangeran Diponegoro yang dibantu oleh para ulama, bangsawan, dan rakyat Jawa bertujuan menentang kebijakan pemerintahan kolonial.

Adanya pemasangan patok dalam rangka pembangunan jalan kereta api tanpa seijin penguasa lokal pada saat itu memicu protes Pangeran Diponegoro yang mendapat dukungan dari Pangeran Mangkubumi (pemasangan patok melewati makam leluhur Pangeran Diponegoro).  

Stabilitas keamanan semakin memburuk ketika protes yang dilakukan Pangeran Diponegoro dijawab dengan pengepungan kediaman Pangeran Diponegoro. Dalam pengepungan tersebut Pangeran Diponegoro bersama keluarga dan pengikutnya dapat melarikan diri dengan merusak tembok samping rumah dan mengungsi ke daerah Dekso dan kemudian ke selatan di daerah Selarong.
Perang Diponegoro berlangsung pada tahun 1825–1830 dan merupakan perlawanan rakyat di Jawa. Strategi perang gerilya didukung kekuatan yang besar membuat pihak kolonial merasa gerah dalam menghadapi perlawanan tersebut. Kekuatan perlawanan Diponegoro secara umum berasal dari unsur  sebagai berikut :
      1.  Dukungan golongan bangsawan yang kecewa terhadap peraturan Van der Capeller 
           tahun 1822 yang melarang adanya usaha perkebunan swasta di daerah kerajaan
           Yogyakarta dan Surakarta.
      2.  Dukungan golongan ulama.
      3.  Dukungan Bupati-bupati daerah seperti Jepara, Banyumas, Tegal, Bagelen, 
           dan bupati-bupati manca negara timur.
      4. Spontanitas dukungan rakyat yang memang menunggu munculnya seorang 
          pemimpin yang mereka anggap dapat membebaskan mereka dari segala bentuk
          penindasan dan penghisapan. Perang Jihad yang dikobarkan para ulama 
          sepuh dan pengikut Pangeran Diponegoro merupakan kendaraan yang sangat 
          bagus dalam mencari dukungan rakyat kalangan bawah. 

      Berbagai surat selebaran juga disampaikan kepada rakyat di daerah-daerah yang antara lain 
      berbunyi :
      1.  Laksanakan segala ajaran Al – Quran dengan sebaik-baiknya.
      2.  Janganlah mengganggu saluran air ke sawah rakyat.
      3.  Setiap perjuangan tidak diperkenakan memungut pajak perairan.
      4.  Berlakunya adil terhadap sesama manusia.
      5.  Berjuanglah terus untuk membela agama.

     Di pihak lawan, maka Belanda melancarkan serangan dengan sistim benteng (benteng stelsel) terhadap pusat-pusat kekuatan Pangeran Diponegoro di daerah Gua Selarong, Dekso, daerah Gunung Merapi, Bagelen, dan Pegunungan Menorreh.
     Setelah lima tahun peperangan berlangsung, belum nampak adanya penyelesaian, akhirnya pihak Belanda membuat taktik penangkapan Diponegoro dengan dalih  mengadakan genjatan senjata (perundingan)  di kota Magelang.
         Ketika beliau hadir dalam perundingan, beliau langsung ditangkap. Karena geram akan kelicikan Belanda, Pangeran Diponegoro meninggalkan bekas cakaran kuku di kursi beliau yang sekarang kursi tersebut diabadikan di museum Diponegoro Magelang.  Diponegoro kemudian diasingkan ke Manado, dan dipindah lagi ke benteng Belanda di Makasar. Diponegoro wafat di tempat pengasingannya Makasar Sulawesi Selatan pada tanggal 8 Januari 1855.




 gbr. Kursi tempat duduk P. DIponegoro yang ada bekas cakaran


                                                                                              Gbr. Jubah Pangeran Diponegoro




No comments:

Post a Comment