Monday, November 23, 2009

Implementasi Kartini

IMPLEMENTASI KARTINI DI ERA GLOBALISASI

Menyebut bulan April, mengingatkan kita pada sosok wanita yang memiliki peran bagi kemajuan wanita di Indonesia. Ia adalah Raden Ajeng Kartini, putrid Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Dengan posisi ayahnya sebagai bupati itulah R.A.Kartini bisa mengenyam bangku sekolah sampai tingkat ELS (Europese Lagere School) atau setingkat sekolah dasar.
Setamat dari ELS, Kartini dipingit sampai tiba waktu untuk menikah. Hal ini tidak menyurutkan tekadnya untuk belajar. Ia membaca buku-buku tentang kemajuan wanita, baik buku terbitan dalam negeri maupun buku terbitan luar negeri. Kartini sering berkirim surat kepada teman-temannya di Belanda. Kegemarannya membaca dan sering bertukar pikiran dengan teman-temannya itu, membuka matanya akan keterbelakangan wanita di negerinya.
Keterbelakangan itulah, yang membuat R.A. Kartini merasa malu dan mendorongnya untuk mendirikan sekolah bagi para gadis. Di sekolah itu beliau mengajarkan menyulam, menjahit, memasak, dan membaca.
Kalau kita mau merenung, apa yang mendorong Kartini mampu mewujudkan impian besarnya, yaitu mensejajarkan kaum wanita dengan kaum pria? Karena Kartini memiliki rasa “malu”. Menurut Kumiayi, SE (www.andriwongso.com), rasa malu,mampu membangkitkan semangat yang tidak terduga.
Coba kita membayangkan :
1. Karena memiliki rasa malu,orang bodoh terus berusaha untuk membaca buku lebih banyak dan 
    belajar lebih rajin sehingga pengetahuannya bisa bertambah.
2. Karena memiliki rasa malu, orang yang jahat berusaha mendekatkan diri pada agama sehingga
    hati  serta pikirannya bisa terjaga untuk menjadi orang baik.
3. Karena memiliki rasa malu,, orang malas mampu berusaha untuk memacu diri sendiri dengan
    berbagai harapan sehingga ia menjadi cukup berharga dan dipertahankan dalam satu pekerjaan.
4. Karena memiliki rasa malu, orang licik berusaha memperbaiki etika sehingga berhak mendapat
    julukan manusia.
5. Karena memiliki rasa malu, orang serakah berusaha untuk membagi rejeki kepada mereka yang
    sedang kekurangan.
6. Karena memiliki rasa malu, orang miskin berusaha terus mencari pekerjaan yang lebih baik.

Sebaliknya orang yang sudah tidak memiliki malu bisa:
1. Mencuri ide orang lain dan mengklaim bahwa hal tersebut adalah hasil karyanya serta mendapat
    penghargaan atas tipuannya tersebut.
2. Memfitnah orang lain agar ia tidak dipersalahkan atas kelalaiannya sendiri dan membiarkan orang
    lain yang menanggung hukumannya.
3. Mengambil hak orang lain yang nyata-nyata bukan kepunyaannya sehingga menyebabkan
    penderitaanbagi orang lain yang berhak.
4. Menipu orang yang kurang pintar secara akuntansi sehingga bantuan yang diterima tidak harus
    sebesar yang telah diberikan.

Kekuatan malu itu sangat diperlukan untuk memajukan bangsa dan orang yang tepat menanamkan “malu” adalah ibu. Seorang ibu adalah guru yang hebat, terkuat dan terdekat dalam lingkar hidup kita. Mereka adalah penanam bibit awal kebajikan di kehidupan kita. Mereka ahlinya menentukan jalan yang terbaik bagi putra-putri tercinta. Ibu kita adalah implementasi kartini saat ini. Di tangan beliau, semula yang belum apa-apa bisa menjadi luar biasa. Tidak ada di dunia ini yang sempurna pasti ada kekurangannya. Tetapi jika ditangani sang ahli yang kurang bisa dibentuk menjadi lebih baik, indah dan lebih bernilai. Sehingga karakter positif akan terbangun dan akan membawa kita pada kehidupan yang lebih baik sukses serta lebih bernilai.
Jadi berbanggalah dan berhati-hatilah wahai para ibu, karena di tanganmu para penerus negeri ini dicetak. Banyak yang dapat kita dapat dan pelajari dari alam, tetapi yang utama harus dimulai dengan memiliki rasa malu yang cukup. Semoga kita mempunyai keberanian dan mempertahankan rasa malu sehingga kita bisa disebut manusia yang mempunyai iarti.

Di dunia ini tidak abadi, bisa diperbaiki dan dikembangkan,dapat dimusyawarahkan untuk mencapai kesepakatan semua pihak. Tetapi jika rasa malu sudah lepas dari diri kita, sudah tidak berfungsi dengan baik lalu apa yang bisa kita harapkan? Oleh karena itu sepatutnyalah kita tanamkan rasa punya “MALU” pada diri kita.

No comments:

Post a Comment